Foto lawas arca Dwarapala

Foto lawas arca Dwarapala
Arca Dwarapala dari Singosari

Jumat, 07 Juni 2013

Jejak Kendedes di Watu Gede



Oleh : Alex Sariffudin

Pengajar di MTS Negeri Batu
Banyak yang  tahu bahwa di Malang dahulu terdapat sebuah kerajaan besar bernama Singosari. Bukti kerajaan Singosari antara lain berwujud seni arca dan arsitektur  yang kerap kali dikunjungi wisatawan domestik maupun manca yaitu Candi Singosari,pemandian Kendedes, Arca Dwarapala . Situs tsb memang letaknya strategis  berada di ruas utama jalan Surabaya Malang sehingga memudahkan pengunjung yang menggunakan roda dua atau empat untuk singgah. Namun sebenarnya masih ada peninggalan kerajaan Singosari  yang lain yaitu berupa petirtan. Petirtan itu bernama Pemandian /Petirtan  Watu Gede. Letaknya,  berada  200 meter arah timur dari Stasiun KA Singosari. Kalau dari arah Jalan utama Pandaan  Malang  ke arah Malang menuju ke timur setelah perlintasan Kereta Api. Jalan masuk ke petirtan Watu Gede cukup lebar dan beraspal.Bagi pengunjung yang menggunakan roda 4 terdapat areal parkir yang cukup luas.
Keberadaan petirtan Watugede pertama kali di temukan oleh arkeolog Belanda ditahun 1925. Sayangnya keberadaan petirtan Watugede tidak tercantum dalam  History of Java karya Stamford Rafles yang  sekitar 1813 pernah berkunjung ke Singosari.Kitab Negara Kertagama yang ditulis Empu Prapanca abad 13 juga tidak mencatumkannya.Hanya kitab Pararaton yang ditulis sekitar abad  15 silam yang menyebutkan secara implisit  bahwa  raja, permaisuri dan kaum bangsawan kerajaan Singosari sering mengadakan upacara ritual keagamaan. Ritual Keagamaan sering kali diawali dengan pengambilan suci. Air bagi pemeluk Hindu adalah unsur pokok dalam ritual keagamaan. Apakah upacara pengambilan air suci  itu dilakukan di pemandian Kendedes ataukah di petirtan Watu Gede? Ataukah kedua duanya. Yang pasti pengambilan air suci itu di lakukan disebuah petirtan yang dianggap suci dan kedua petirtan itu memang letaknya tepat di  Tumapel  ibu kota kerajaan Singosari.
Masyarakat sekitar petirtan Watu Gede mempercayai bahwa tempat ini dahulunya merupakan tempat pemandian Kendedes, permaisuri Tunggul Ametung  seorang Akuwu [Camat] Tumapel. Menurut Kitab Pararaton diceritakan bahwa Ken Arok terpikat kecantikan Kendedes ketika secara tidak sengaja melihat  Kendedes dan Tunggul Ametung bercengkrama di Taman Boboji.Apakah taman boboji yang dimaksud identik dengan petirtan Watugede. Sampai hari belum ada bukti yang menguatkannya.
Petirtaan Watugede adalah sebuah pemandian kuno berbentuk empat persegi panjang, kira kira lebar 8 meter, panjang 40 meter dengan kedalaman 1.5 meter bagian yang terdalam.Terdapat disisi kolam batu-bata kuno berukuran besar yang dapat dikatakan masih utuh dan berfungsi sebagai dinding kolam. Susunan batu bata ini masih cukup baik walau ada sebagian yang sudah rusak. Di tepi petirtaan ini terdapat patung-patung kecil yang terus-menerus memancarkan air dari sumber dengan debit air yang cukup besar. Air kolam di pemandian kuno ini dari jauh tampak berwarna kehijau-hijauan.Air ini berasal dari 2 mata air yang muncul dibawah sebuah pohon Loh dan Beringin. Luberan air ini kemudian disalurkan melalui saluran air {Jaladwara}. Oleh masyarakat sekitar air ini kemudian digunakan mengairi sawah sawah penduduk dan kebutuhan air minum.
Disekitar petirtan Watu Gede banyak ditumbuhi pohon tinggi yang rindang dan disekelilingnya dipagari kawat berduri.Suasana begitu asri ketika memasuki areal petirtan Watu Gede. Secara umum kondisi Petirtan Watu Gede masih cukup baik walaupun ke depannya perlu banyak perbaikan.
Di pojok kolam terdapat sebuah sumur dan altar tempat untuk meletakkan sesaji. Bentuk altar mengingatkan Griya Saji  berbentuk gunungan [meru}yang banyak terdapat di Bali.Terdapat sebuah tangga dari batu untuk masuk ke dalam kolam. Sebagian tangga batu tersebut masih utuh, namun ada beberapa bagian yang sudah diganti dengan tangga dari semen.
Yang menarik dari tangga batu ini adalah salah satu anak tangga dari batu tersebut permukaannya berlubang-lubang dengan jarak beraturan. Batu ini disebut ”Watu Dakon” [bentuknya mirip dengan permainan Dakon]. Menurut keterangan sang juru kunci batu dakon berfungsi sebagai penunjuk waktu untuk putri-putri Raja yang sedang mandi di tempat tersebut. Atau mungkin sengaja dilubangi agar permukaannya kasar agar tidak licin ketika kaki melangkah turun.

Watu Dakon
Tak jauh dari Watu Dakon ini, tepatnya di dekat sumur, juga terdapat Batu Gores berjumlah tiga buah. Menurut juru kunci fungsi dari Batu Gores adalah untuk mengasah pedang yang akan digunakan untuk melaksanakan hukuman pancung bagi lelaki mana saja yang nekad menyusup ke dalam pemandian ini sebab hanya putri Raja beserta dayang-dayang wanitanya saja boleh memasuki area pemandian ini. Batu Gores seperti ini juga dapat kita jumpai di Museum Mpu Purwa di Kota Malang.


Batu Gores di Watugede • Batu Gores di Museum Mpu Purwa
Petirtan Watugede ramai dikunjungi wisatawan pada hari hari libur.Sebagian Wisatawan yang berkunjung adalah pelajar dan mahasiswa yang tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang peninggalan-peninggalan kuno. Namun ada juga yang sekedar ingin menikmati udara sejuk di tengah panasnya kota Malang.
Petirtan Watu Gede ini bisa dijadikan tempat alternatif eko wisata sejarah. Namun sayangnya tidak dikelolah secara baik sehingga pamornya kalah dengan Candi Singosari.

Semoga saja pihak pihak terkait peduli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar