Oleh : Alex Sariffudin
Pengajar di MTS
Negeri Batu
Banyak yang tahu bahwa
di Malang dahulu terdapat sebuah kerajaan besar bernama Singosari. Bukti
kerajaan Singosari antara lain berwujud seni arca dan arsitektur yang kerap kali dikunjungi wisatawan domestik
maupun manca yaitu Candi Singosari,pemandian Kendedes, Arca Dwarapala . Situs tsb
memang letaknya strategis berada di ruas
utama jalan Surabaya Malang sehingga memudahkan pengunjung yang menggunakan
roda dua atau empat untuk singgah. Namun sebenarnya masih ada peninggalan
kerajaan Singosari yang lain yaitu berupa
petirtan. Petirtan itu bernama Pemandian /Petirtan Watu Gede. Letaknya, berada 200
meter arah timur dari Stasiun KA Singosari. Kalau dari arah Jalan utama Pandaan
Malang ke arah Malang menuju ke timur setelah
perlintasan Kereta Api. Jalan masuk ke petirtan Watu Gede cukup lebar dan
beraspal.Bagi pengunjung yang menggunakan roda 4 terdapat areal parkir yang
cukup luas.
Keberadaan petirtan Watugede pertama kali di temukan oleh
arkeolog Belanda ditahun 1925. Sayangnya keberadaan petirtan Watugede tidak
tercantum dalam History of Java karya
Stamford Rafles yang sekitar 1813 pernah
berkunjung ke Singosari.Kitab Negara Kertagama yang ditulis Empu Prapanca abad
13 juga tidak mencatumkannya.Hanya kitab Pararaton yang ditulis sekitar
abad 15 silam yang menyebutkan secara
implisit bahwa raja, permaisuri dan kaum bangsawan kerajaan Singosari
sering mengadakan upacara ritual keagamaan. Ritual Keagamaan sering kali diawali
dengan pengambilan suci. Air bagi pemeluk Hindu adalah unsur pokok dalam ritual
keagamaan. Apakah upacara pengambilan air suci itu dilakukan di pemandian Kendedes ataukah di
petirtan Watu Gede? Ataukah kedua duanya. Yang pasti pengambilan air suci itu
di lakukan disebuah petirtan yang dianggap suci dan kedua petirtan itu memang
letaknya tepat di Tumapel ibu kota kerajaan Singosari.
Masyarakat sekitar petirtan Watu Gede mempercayai bahwa
tempat ini dahulunya merupakan tempat pemandian Kendedes, permaisuri Tunggul
Ametung seorang Akuwu [Camat] Tumapel.
Menurut Kitab Pararaton diceritakan bahwa Ken Arok terpikat kecantikan Kendedes
ketika secara tidak sengaja melihat Kendedes
dan Tunggul Ametung bercengkrama di Taman Boboji.Apakah taman boboji yang dimaksud
identik dengan petirtan Watugede. Sampai hari belum ada bukti yang
menguatkannya.
Petirtaan Watugede adalah
sebuah pemandian kuno berbentuk empat persegi panjang, kira kira lebar 8 meter,
panjang 40 meter dengan kedalaman 1.5 meter bagian yang terdalam.Terdapat
disisi kolam batu-bata kuno berukuran besar yang dapat dikatakan masih utuh dan
berfungsi sebagai dinding kolam. Susunan batu bata ini masih cukup baik walau
ada sebagian yang sudah rusak. Di tepi petirtaan ini terdapat patung-patung
kecil yang terus-menerus memancarkan air dari sumber dengan debit air yang
cukup besar. Air kolam di pemandian kuno ini dari jauh tampak berwarna
kehijau-hijauan.Air ini berasal dari 2 mata air yang muncul dibawah sebuah
pohon Loh dan Beringin. Luberan air ini kemudian disalurkan melalui saluran air
{Jaladwara}. Oleh masyarakat sekitar air ini kemudian digunakan mengairi sawah
sawah penduduk dan kebutuhan air minum.
Disekitar petirtan Watu
Gede banyak ditumbuhi pohon tinggi yang rindang dan disekelilingnya dipagari
kawat berduri.Suasana begitu asri ketika memasuki areal petirtan Watu Gede.
Secara umum kondisi Petirtan Watu Gede masih cukup baik walaupun ke depannya
perlu banyak perbaikan.
Di pojok kolam terdapat
sebuah sumur dan altar tempat untuk meletakkan sesaji. Bentuk altar
mengingatkan Griya Saji berbentuk
gunungan [meru}yang banyak terdapat di Bali.Terdapat sebuah tangga dari batu
untuk masuk ke dalam kolam. Sebagian tangga batu tersebut masih utuh, namun ada
beberapa bagian yang sudah diganti dengan tangga dari semen.
Yang menarik dari tangga
batu ini adalah salah satu anak tangga dari batu tersebut permukaannya
berlubang-lubang dengan jarak beraturan. Batu ini disebut ”Watu Dakon” [bentuknya
mirip dengan permainan Dakon]. Menurut keterangan sang juru kunci batu dakon berfungsi
sebagai penunjuk waktu untuk putri-putri Raja yang sedang mandi di tempat
tersebut. Atau mungkin sengaja dilubangi agar permukaannya kasar agar tidak
licin ketika kaki melangkah turun.
Watu Dakon
Tak jauh dari Watu
Dakon ini, tepatnya di dekat sumur, juga terdapat Batu Gores
berjumlah tiga buah. Menurut juru kunci fungsi dari Batu Gores adalah
untuk mengasah pedang yang akan digunakan untuk melaksanakan hukuman pancung
bagi lelaki mana saja yang nekad menyusup ke dalam pemandian ini sebab hanya
putri Raja beserta dayang-dayang wanitanya saja boleh memasuki area pemandian
ini. Batu Gores seperti ini juga dapat kita jumpai di Museum Mpu Purwa
di Kota Malang.
Batu Gores di Watugede •
Batu Gores di Museum Mpu Purwa
Petirtan Watugede ramai
dikunjungi wisatawan pada hari hari libur.Sebagian Wisatawan yang berkunjung
adalah pelajar dan mahasiswa yang tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang
peninggalan-peninggalan kuno. Namun ada juga yang sekedar ingin menikmati udara
sejuk di tengah panasnya kota Malang.
Petirtan Watu Gede ini
bisa dijadikan tempat alternatif eko wisata sejarah. Namun sayangnya tidak
dikelolah secara baik sehingga pamornya kalah dengan Candi Singosari.
Semoga saja pihak pihak
terkait peduli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar