Foto lawas arca Dwarapala

Foto lawas arca Dwarapala
Arca Dwarapala dari Singosari

Selasa, 21 Januari 2014




FILSAFAT PERENIALISME

BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
Kedudukan filsafat dalam pendidikan adalah suatu hal yang sangat asasi sekaligus strategis. Asasi, karena filsafat merupakan suatu dasar atau landasan dalam pembentukan ide atau asumsi-asumsi dasar dalam menentukan, persepsi dasar, prinsip dan tujuan asasi pendidikan. Stategis, karena dengan filsafat tersebut akan sangat ditentukan terhadap arah, warna sekaligus corak dari pendidikan yang akan dilaksanakan. Tanpa asas atau landasan filsafat, pendidikan akan rapuh, goyah dan tidak jelas arah dan tujuannya.
Ada banyak corak dan ragam filsafat yang dapat mendasari pendidikan dengan berbagai ide, gagasan dan kritiknya. Salah satu filsafat tersebut diantaranya adalah filsafat perenial atau perenialisme.
Makalah ini, secara umum akan membahas tentang pengertian,latar belakang lahirnya aliran filsafat Perenialisme,tokoh tokoh pendukung dan pandangan filsafat perennialisme dalam pendidikan

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Filsafat Perenialisme?
2. Siapakah Tokoh-Tokoh Perenialisme?
3. Bagaimana pandangan filsafat perenialisme dalam pendidikan?

C.Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Filsafat Perenialisme?
2. Untuk mengetahui Tokoh Tokoh pendukung Aliran Perenialisme beserta pemikirannya.
3. Untuk mengetahui pandangan filsafat perenialisme dalam pendidikan.

BAB II
P E M B A H A S A N
1.Pengertian Aliran Filsafat PERENIALISME
Perenialisme berasal dari kata perenial, yang dalam oxford advanced learner`s dictionary of current english diartikan sebagai ”continuiting throughout the whole year” atau ”lasting for a very long time” – ”kekal atau abadi” dan dapat pula berarti pula ”terus tiada akhir” dengan demikian esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
  Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Aliran ini lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Keadaan sekarang adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler.
Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain. Perenialisme mengambil jalan regresif, yakni kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman Kuno dan Abad Pertengahan. Yakni kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realita dan nilai dari zaman-zaman tersebut.
Perenialisme mempunyai ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri itu adalah (Sadullah Uyoh,2004: 23) :
a. Perenialisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato, Aristoteles dan Santo Thomas Aquines.
b. Sasaran pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.
c. Nilai bersifat tak berubah dan universal.
d. Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman pertengahan (renaissance).
3. Tokoh-tokoh Perenialisme
Perenialisme lahir akibat menentang aliran progresivisme. Tokoh-tokoh aliran perenialisme antara lain Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler.
Mortimer J. Adler,
Pendidik dropout SMA yang menjadi filsuf di usia 15 tahun itu Orang mengenalnya sebagai editor kepala Encyclopedia Britannica, ensiklopedi paling dihormati di dunia pemikiran dan pendidikan. Tapi, dia juga pelopor gerakan pendidikan liberal. Dia melakukan revolusi pemikiran di Amerika dengan menekankan bahwa membaca karya-karya agung (great books) adalah kunci memahami kondisi manusia.
Kala dia wafat di usia 98 tahun, Adler telah mewariskan suatu usaha yang sangat berharga: buku berseri Great Books of the Western World yang memuat karya-karya klasik filsafat yang penting. Untuk itu, Sang Ensiklopedis jadi sebutan umum bagi dirinya.
Buku tersebut merupakan wujud dari gagasannya bahwa pendidikan yang baik adalah membaca karya klasik, terutama dari tradisi Barat. Selain itu, dia juga mengedit dan menulis lebih dari 60 buku, seperti How to Read a Book: The Art of Getting a Liberal Education dan Aristotle for Everybody.
Kaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah selama berabad-abad : jadi, gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan-permasalahan di setiap zaman. Selain itu, filsafat perenialis menekankan kemampuan-kemampuan berpikir rasional manusia sehingga membedakan mereka dengan binatang-binatang lain
Robert Maynard Hutchins
Sebagai Rektor the University of Chicago, Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitiaan terhadap Buku Besar bersejarah (Great Books) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-seminar kecil. Kurikulum perennialis Hutchisn di dasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan:
1) Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus-menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar di manapun juga, jadi kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.
2) Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan, pendidikan juga harus memfokuska pada gagasan-gagasan. Pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan.
3) Pendidikan harus menstimulus para peserta didik untuk berfikir secara mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metode pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.

4. Pandangan Perenialisme terhadap Pendidikan
Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu fisafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah karena telah ada pada diri manusia sejak dari asalnya. Menurut Plato, dunia idea, yang bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Manusia menemukan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral dengan menggunakan akal atau ratio. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip idea mutlak yaitu suatu prinsip mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transcendental yang membimbing manusia untuk menemukan criteria moral, politik, dan social serta keadilan. Ide mutlak adalah Tuhan.
Menurut Plato manusia secara kodrat memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan, dan akal. Program pendidikan yang ideal adalah berorientasi kepada tiga potensi itu agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Ide-ide Plato tersebut kemudian dikembangkan lagi oleh Aristoteles yang lebih mendekatkan kepada dunia realita. Tujuan pendidikan menurut aristoteles adalah kebahagiaan. Untuk mecapai tujuan pendidikan ini, aspek fisik, intelek, dan emosi harus dikembangkan secara seimbang, bulat dan totaliltas.
Aristoteles (384-322 SM) adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realisme. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat pada alam kehidupan manusia sehari-hari. Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan social. Sebagai makhluk rohani, manusia sadar ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal.
Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya. Ia menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Aristoteles juga menganggap kebahagiaan sebagai tujuan dari pendidikan yang baik. Ia mengembangkan individu secara bulat, totalitas. Aspek-aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa kebahagiaan tertinggi ialah kehidupan berpikir.Thomas berpendapat bahwa pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.
Kaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah selam berabad-abad : jadi, gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan permasalahan di setiap zaman. Selain itu, filsafat perenialis menekankan kemampuan-kemampuan berpikir rasional manusia sehingga membedakan mereka dengan binatang-binatang lain.
Pandangan Mengenai Belajar
Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah:
1) Mental disiplin sebagai teori dasar
Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir (mental discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
2) Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan.
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Kemerdekaan pendidikan ialah membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self, sebagai essential-self yang membedakannya daripada makhluk-makhluk lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan ini, yaitu aktualitas manusia sebagai makhluk rasional yang dengan itu bersifat merdeka.
3) Learning to Reason (Belajar untuk Berpikir)
Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak.Kecakapan membaca, menulis dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
4) Belajar sebagai Persiapan Hidup
Bagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup (dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju kesempurnaan hidup, kehidupan duniawi menuju kehidupan surgawi.
5) Learning through Teaching (belajar melalui pengajaran)
Adler membedakan antara learning by instruction dan learning by discovery, penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning by instruction adalah dasar dan menuju learning by discovery, sebagai self education. Menurut perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensiself discovery; dan ia melakukan moral authority atas murid-muridnya, karena ia adalah seorang profesional yangqualified dan superior dibandingkan muridnya.
Dalam rangka usaha mencapai efisiensi dalam belajar, mengerakkan koginsi (pengetahuan), aafektif (merasa) dan konasi (berbuat), merupakan kegiatan yang perlu mendapat perhatian yang cukup. Belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu belajar karena pengajaran dan belajar karena penemua. Untuk yang pertama, adalah guru membetikan penerangan atau pengetahuan, juga mengadakan pencerahan. Pencerahan ini dapat dilakukan dengan jalan menunjukkan dan menafsirkan implikasi dari pengetahuan dan ilmu yang diberikan. Untuk tipe belajar yang kedua tidak lagi memerlukan guru. Siswa diharapkan telah dapat belajar atas kemampuannya sendiri (Imam Bernadib, 1997: 77-78).
6. Pandangan Perenialisme dalam Penerapannya di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh.
Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode deduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut perenialisme tugas utama pendidikan adalah mencerdaskan anak didik. Salah satu untuk mencerdaskan anak didik adalah dengan mempersiapkan diri anak mulai dasar. Persiapan dasar ini diperoleh dari pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung.
Di samping mendapatkan pengetahuan dasar, anak didik juga diharapkan memiliki etika atau moral atau budi pekerti yang mulia yang sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing. Dimana setiap agama akan memerintahkan hidup mulia, hidup dengan berprilaku baik terhadap sesama, masyarakat, guru maupun orang tua. Akan tetapi dewasa ini telah terjadi krisis moral yang luar biasa yang menyebabkan anak didik berjalan semaunya sendiri tanpa melihat dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral yang berlandaskan ajaran agama masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita perlu belajar ke masa lalu dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh perenialisme.
Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip perenialisme adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai pengetahuan sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau. Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
a. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.
b. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya­-karya tokoh-tokoh tersebut untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya buah pikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli terse­but dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat pereni­alisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Perenialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi, atau perennial. Tujuan dari pendidikan menurut pemikiran perennialis, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinisip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Lebih jauh lagi, filsafat perennialis menekankan kemampuan berfikir rasional manusia.
Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad pertengahan filsafat teologis, sekarang seharusnya bersendikan filsafat metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di samping itu, dikatakan pula bahwa karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting maka perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis.
Dari ungkapan yang diutarakan oleh Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua orang, ini disebut pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu, diharapkan tiap individu itu terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang sama.
Kurikulum menurut kaum perennialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa harus berhadapan bidang-bidang (seni dan sains) yang merupakan karya terbaik dan paling signifikan yang diciptakan manusia. Dari dua pendukung filsafat perennialis adalah Robet Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai Rektor the University of Chicago, Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitiaan terhadap Buku Besar bersejarah (Great Books) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-seminar kecil. Kurikulum perennialis Hutchisn di dasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan:
1) Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus-menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar di manapun juga, jadi kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.
2) Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan, pendidikan juga harus memfokuska pada gagasan-gagasan. Pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan.
3) Pendidikan harus menstimulus para peserta didik untuk berfikir secara mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metode pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.


Menurut Jacques Maritain (Imam Bernadib, 1997: 74-75) hal yang menjadi pijakan pendidikan adalah:
1) Cinta akan kebenaran. Ini adalah tendensi utama dari intelek manusia.
2) Cinta akan kebaikan dan keadilan. Inipun semuanya sesuai dengan sifat wajar manusia.
3) Kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksintensi. Yang dimakasud disini adalah sikap yang wajar dari seseorang bahwa ia itu ada sebagai makhluk.
4) Cinta akan kerja sama.
Dalam praktik pendidikan, perlu adanya norma-norma fundamental dalam pendidikan. Norma-norma tersebut adalah, yaitu:
1) Perlu diusahakan agar disposisi tersebut di atas dapat tumbuh sebaik-baiknya dalam jiwa anak. Agar tendensi-tendensi tersebut mendapat pengaruh yang baik dalam pendidikan maka perlu dilaksanakan dengan iluminasi dan pemberian semangat mengenai segala kebaikan.
2) Pengaruh pendidikan hendaklah diusahakan agar meresap ke dalam pribadi anak. Cara-cara pelaksanaan untuk ini adalah sebagai berikut: mula-mula mengikuti adanya perhatian spontan dan kecenderungan-kecenderungan wajar yang ada pada anak. Dengan melatih akal dan ingatan sebaik-baiknya dengan cerita-cerita yangmengandung ajaran yang dalam, pendidikan berusaha agar pribadi anak didik mampu mengadakan adesi dengan realita. Hendaklah diusahakan agar pengetahuan yang diberikan kepada anak didik itu dipilihh sedemikian agar adesi dapat berlangsung sebaik-baiknya.
3) Pendidikan dan pengajaran adalah sarana untuk mewujudkan kebulatan (kesatuan) jiwa manusia dalam pribadi yang bulat dan seimbang pula. Pendidikan dan pengajaran perlu mempunyai implikasi dengan pengalaman dan menempatkan pendidikan intelek sebagai prioritas utama.
4) Tujuan pengajaran adalah agar anak didik dengan akalnya dapat menguasai apa yang dipelajari. Dengan demikian ia tidak berada di dalam ikatan pekerjaannya, tetapi justru di atasnya.
Menurut Redja Mudyahardjo (2002:167-168) pandangan perenialisme tentang penerapan pendidikan antara lain mencakup:
a. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah membantu anak untuk menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena itu kebenaran-kebenaran tersebut universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui: a) latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran dan b) latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.
b. Metode pendidikan
Latihan metal dalam bentuk diskusi, analisa buku melalui pembacaan buku-buku yang tergolong karya besar.
c. Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada: sastra, matematika, bahasa, dan humaniora, termasuk sejarah.
d. Pelajar
Pelajar adalah makhluk rasional yang dibimbing oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran abadi, dan pikiran mengangkat dunia biologis.
e. Pengajar/Guru
Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaran kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru hendaknya adalah orang yang ahli bertugas membimbing diskusiyang akan memudahkan siswa menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat dan wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai orang yang mempunyai otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.


PENUTUP
A. KesimpulanPerenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20. Perenialisme lahir sebagai reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokulturalTentang pendidikan kaum Perenialisme memandang education as cultural regression : pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. 2. SaranTidak selamanya atau tidak semuanya pandangan modern baik untuk pendidikan, akan tetapi kita juga perlu melihat kondisi masa lalu yang dianggap tradisional atau klasik. Pengetahuan dasar tradisional seperti belajar membaca, berhitung, budi pekerti (akhlakul karimah) perlu diberikan kepada anak didik di zaman modern agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Bernadib, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Barnadib, Imam. 2002. Filsafat Pendidikan.Yogyakarta: AdiCipta.
Jalaluddin. 1997. Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media.
Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Uyoh, Sadullah. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Al Fabeta.
Noor, Muhammad, Syam. 1988. Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
wulan-ghisya.blogspot.com/.../aliran-pendidikan-perenialisme...‎
myfilsafat.wordpress.com/category/aliran-perenialisme
setyomulyono.blogspot.com/.../makalah-filsafat-pendidikan perenialisme.
rinitycute.blogspot.com/.../pendidikan-menurut-aliran perenialisme
www.oocities.org/z_iwan/catatan_filsafat_adler.html‎


wikipedia.org/wiki/Mortimer_J._Adler



Tidak ada komentar:

Posting Komentar